| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Friday 18 July 2014

SEJARAH PALESTINA

       Palestina adalah sebuah nama untuk menyebut wilayah barat daya Negeri Syam. Sebuah wilayah yang terletak di bagian barat Benua Asia dan bagian pantai timur Laut Tengah. Palestina terletak di titik strategis karena dianggap sebagai penghubung antara benua Asia dan Afrika, disamping sebagai sentra yang mempertemukan wilayah dunia Islam.
Nama klasik yang terkenal untuk sebutan negeri ini adalah “Tanah Kan’an” karena yang pertama kali bermukim di sini yang dikenal dalam sejarah adalah bangsa Kan’an, mereka datang dari Jazirah Arab sekitar 2500 tahun Sebelum Masehi (SM). Adapun nama Palestina sendiri diambil dari salah satu bangsa-bangsa pelaut, kemungkinan mereka datang dari daerah barat Asia kecil dan wilayah laut Ijah sekitar abad ke 12 SM. Nama ini ditemukan di ukiran Mesir dengan nama “Ba Lam Sin Ta, PLST”. Adapun penambahan Nun “N” kemungkinan untuk menunjukan kata jamak (plural). Mereka bermukim di wilayah-wilayah pesisir dan berasimilasi dengan orang-orang Kan’an dalam waktu yang tidak terlalu lama. Namun orang-orang Kan’an memberikan nama buat tanah wilayah tersebut dengan nama mereka (orang-orang Palestina).

     Mengenai bentuk dan batas-batas wilayah Palestina pada jaman dahulu belum dikenal secara konkrit seperti sekarang, kecuali pada masa penjajahan Inggris atas Palestina tahun 1920-1923 M. Dalam perjalanan sejarahnya, penetapan batas wilayah ini terkadang menyempit dan meluas namun secara umum ada hal yang konstan tentang wilayah ini bahwa ia tetap terletak di antara Laut Tengah, Laut Mati dan Sungai Jordan sebagai bagian dari wilayah negeri Syam.
Sangat sulit menetapkan batas-batas wilayah Palestina secara historis namun akan dibahas sekilas tanda-tanda perkembangan historis terpenting bagi batas-batas ini. 
Pada masa Bizantium sampai pertengahan abad IV Masehi, wilayah Palestina terbagi menjadi tiga daerah administratif, yakni:
1.  Palestina I
     Batas wilayah ini meliputi sebelah utara mulai dari selatan Gunung Karmel dan Padang Ibnu Ameer, sebelah selatan berupa garis yang membentang dari selatan Rafah ke arah timur sampai pertengahan Laut Mati. Perbatasan timur wilayah ini meliputi bagian-bagian timur Yordania, garis perbatasannya melewati selatan Bisan dan membelah Sungai Yordan yang mengelilingi wilayah antara Ajlon untuk sebelah utara dan ujung Laut Mati untuk sebelah tenggara. Yang menjadi jantung Palestina I ketika itu adalah Kota Qasariyah yang meliputi kota Al-Quds, Nablus, Yafa, Gaza dan Asqalan.
2.  Palestina II
      Wilayah ini meliputi pegunungan El-Jalil, Maraj Ibn Ameer dan dataran-dataran tinggi yang membentang ke arah timur dari Danau Thabriyah, yaitu wilayah-wilayah bagian timur Yordania dan Syria (Suriyah) sekarang ini.
3.  Palestina III
      Wilayah ini mencakup daerah-daerah yang terletah di sebelah selatan garis Rafah - Laut Mati, sampai Teluk Aqabah. Wilayah ini berpusat di kota Al-Betraa yang sekarang ini terletak di wilayah bagian timur Yordania.

      Ketika Palestina masuk di bawah pemerintahan Islam pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab Radiyallahu ‘Anhu maka dianggap sebagai bagian dari Negeri Syam. Saat itu negeri Islam dibagi menjadi tujuh wilayah dan Syam adalah salah satu dari ketujuh wilayah tersebut. Pada masa Khulafaur Rasyidin, secara administratif Negeri Syam terbagi menjadi beberapa kota administratif, yakni Kota Administratif Himsh, Damaskus, Palestina dan Yordania.

      Sedang pada masa kekhalifahan Bani Umayah ditambah kota administratif yang kelima, yaitu Kota Administratif Qanisrain. Wilayah kota administratif Palestina membentang dari Rafah yang berbatasan dengan Sinai sampai ke El-Lajun, yakni sebuah kota yang terletak setelah 18 km barat laut kota Jenin. Wilayah administratif Palestina beribukotakan Alladu sampai akhirnya Sulaiman bin Abdul Malik menjadi wali wilayah ini pada masa kekhalifahan saudaranya, Khalifah Alwalid bin Abdul Malik, pada tahun 86-97 Hijriah. Kemudian Sulaiman memerintahkan pembangunan kota Remlah yang kemudian menjadi ibukota wilayah ini.

      Selanjutnya Palestina menjadi wilayah yang terlepas pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya setelah masa pemerintahan Abu Abbas al Sifah dengan Remlah tetap menjadi sentral pemerintahan. Setelah berdiri sendiri Palestina terbagi menjadi 12 Kurah (kota), yakni Remlah, Eilia (Al-Quds), Amwas, Alladdu, Yabna, Yafa, Qaisariya, Nablus, Sabastiyan, Asqalan, Gaza, Beit Jabrain serta bergabung ke dalamnya wilayah pinggiran, Zagar, Diyar Qaum, Lud, Syara dan pegunungan hingga Aila di Teluk Aqabah.
Adapun Kota Administratif Yordania, berdasarkan fakta-fakta kontemporer, sekarang ini menjadi bagian wilayah timur Yordania, wilayah utara Palestina dan selatan Lebanon. Ketika itu Yordania merupakan kota anministratif terkecil dari negeri Syam yang berpusat (ibukota) di Thabriya, yang terdiri dari 13 Kurah. Yaitu Thabriya, Samira, Bisan, Fuhl, Jursy, Beit Ras, Jadr, Abil, Susiya, Shafwariya, Aka, Qadas (utara Shafad) dan Shur.

      Pada masa pemerintahan Mamalik (tahun 1250-1517) secara administratif Negeri Syam terbagi menjadi beberapa wilayah perwakilan (niyabah). Wilayah Palestina terdiri dari tiga niyabah, yakni Shafad, Al-Quds dan Gaza. Niyabah Shafad meliputi wilayah dari utara Palestina dan selatan Lebanon sampai ke sungai Lithani. Pada masa kekhalifahan Turki Utsmani di Syam (tahun 1516-1918) negeri ini terbagi menjadi tiga iyalah (distrik), yakni Iyalah Damaskus, Halb dan Tharablus. Setiap iyalah terdiri dari beberapa daerah administratif yang disebut sanajiq. Ketika itu Sanajiq Nablus, Gaza, Al-Quds, Lajun dan Shafad berada dalam iyalah Damaskus. Sanajiq Nablus meliputi bagian-bagian wilayah timur Yordania. Ketika dibentuk iyalah baru Shaida pada tahun 1660, masuk dalam distrik ini wilayah Shafad yang kemudian sentral pemerintahan berpindah  ke Aka pada tahun 1777. Setelah itu turut bergabung dalam Iyalah Shaida kota Al-Quds, Nablus dan Balqa. Dan ketika terbit sistem kewilayahan baru pada tahun 1864 Iyalah Shaida bergabung dalam wilayah (propinsi) Syria/ Suriah. Dan ketika dibentuk wilayah (propinsi) Beirut pada tahun 1887, Aka, Balqa dan tiga kota lainya terpisah dari wilayah Suriah membentuk propinsi-propinsi (wilayah) baru. Wilayah Beirut membentang sampai penghujung jalan antara Nablus dan Al-Quds yang mencakup kota Aka dan Balqa yang berpusat di Nablus yang meliputi pinggiran Jenin, Bani Sha’b, Jamain dan Salth. Saat itu kota Aka mencakup pinggiran Haifa, Nashira, Thabriya dan Shafad. Wilayah-wilayah utara Palestina ini masih tetap menjadi bagian wilayah Beirut sampai  tahun 1914. Sedangkan distrik Al-Quds – melihat dari urgensi dan kekhawatiran Daulah Utsmaniyah dari ketamakan zionis Yahudi serta masuknya campur tangan negara asing dalam urusan Al-Quds – pihak daulah memisahkannya dari Propinsi Suriah dan dinyatakan sebagai wilayah otonomi yang berdiri sendiri dan langsung terikat oleh pemerintah pusat sejak tahun 1874. Wilayah ini meliputi bagian tengah dan selatan Palestina yang diikuti wilayah pinggiran Al-Quds, Yafa, Gaza dan Hebron (Al-Khalil). Pada tahun 1909 dibangun pinggiran Bi’r Sebaa yang sebelumnya merupakan bagian dari pinggiran Gaza. Melihat kuatnya kekuasaan Al-Quds beberapa kali terjadi penggabungan wilayah Nablus (Balqa’) juga pinggiran Nashira selama tahun 1906-1909. Kekuasaan otonomi Al-Quds ini terus berlanjut hingga akhir kekhalifahan Daulah Utsmaniyah.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan:
·         Bahwa penamaan Palestina adalah penamaan sudah ada sejak lama (klasik). Yang secara ghalib meliputi daerah antara Laut Tengah, Laut Mati dan Sungai Yordan.
·         Bahwa Palestina adalah wilayah bagian dari Negeri Syam. Karenanya, pembagian wilayah secara administratif, penamaan wilayah-wilayah, perluasan sebagian wilayah dan penyempitan sebagian yang lain tidak pernah mempengaruhi perasaan penduduk aslinya, mereka adalah bagian tak terpisahkan dari umat Islam yang utuh. Loyalitas mereka kepada pemerintah takkan pernah goyah selama pemerintahnya adalah muslim.
·         Bahwa pembagian wilayah secara administratif tidak lain hanyalah pembagian secara tekhnis belaka, untuk memudahkan kontrol yang dilakukan oleh Daulah Islamiyah dalam rangka mengelola propinsi-propinsi yang ada. Perubahan tersebut tidak memberikan dampak sensitif apapun pada masyarakat umum. Perubahan ini terjadi sebagaimana terjadi pada negeri manapun saat ini; mulai dari perluasan, penyempitan atau penamaan kembali terhadap propinsi-propinsi, distrik dan yang sejenisnya tanpa harus merombak esensi kehidupan manusia. Oleh karenanya hal yang alami apabila wilayah utara Palestina menjadi bagian kota Yordania, juga wilayah-wilayah timur Yordania menjadi bagian Palestina. Wajar pula wilayah-wilayah utara Palestina menjadi bagian wilayah (propinsi) Beirut, atau kota Nablus menjadi pusat propinsi Balqa’, dan seterusnya.
·         Bahwa perasaan dan wawasan sempit dan terkungkung tidak pernah terjadi di antara mayarakat Negeri Syam (dan kaum muslimin secara umum). Bahwa kebebasan untuk berpindah-pindah, bergerak, bermukim, bekerja dan kepemilikan adalah hal yang wajar dan alami yang bisa dilakukan oleh semua masyarakat Negeri Syam tanpa ada perasaan sempit dan terikat.
·         Bahwa pembatasan-pembatasan berdasarkan territorial serta status kebangsaan berdasarkan domisili wilayah sangat jauh dari kehidupan masyarakat muslim sepanjang masa pemerintahan Islam sampai akhir kekhalifahan Daulah Utsmaniyah. Benih-benih kebangsaan dan Nasionalisme sempit tidak pernah tumbuh kecuali setelah jaman penjajahan Barat. Namun sayang sekali hal itu tidak mengakar, kecuali dengan munculnya negara-negara domestik Arab dan negara-nagara Islam yang berdiri sendiri.

      Telah menjadi kebiasaan orang-orang Arab menyebut tanah Palestina dengan nama Syria/ Suriah Selatan. Ini tidak lain karena adanya anggapan bahwa Palestina merupakan bagian dari Suriah (Negeri-Negeri Syam). Pada masa pemerintahan Arab di Damaskus (sejak awal Oktober 1917 sampai Juli 1920), Palestina - meskipun dijajah Inggris - menjadi perwakilan dalam muktamar umum Suriah. Bahkan surat kabar Arab yang pertama kali terbit setelah penjajahan Inggris mengusung nama Suriah Selatan (Suriya al Janubiyah). Kebanyakan tokoh-tokoh Palestina berada di Suriah (Damaskus), diantaranya adalah para wakil dalam muktamar Suriah yang memproklamirkan kemerdekaan Suriah pada tanggal 8 Maret 1920. Nama ini tidak pernah lenyap dari Palestina kecuali setelah pertempuran Meislon, penjajahan Perancis atas Suriah dan jatuhnya pemerintahan Arab di Suriah pada Juli 1920.

      Di bawah kolonialisme Inggris, perbatasan antara Palestina dengan Lebanon di satu pihak dan Lebanon dengan Suriah di pihak lain. Ini berdasarkan perjanjian Inggris dengan Perancis yang diadakan pada 23 Desember 1920, yang kemudian ada beberapa perubahan pada tahun 1922-1923. Adapun perbatasan Palestina dengan wilayah timur Yordania ditetapkan oleh perutusan Palestina dan wilayah timur Yordania pada awal September tahun 1922. Dengan penetapan perbatasan ini, maka luas wilayah Palestina mencapai 27009 km2 yang membentang antara garis 29,300 dan 33,150 Lintang Utara, dan antara garis 34,150 dan 35,400 Bujur Timur. Panjang perbatasan Palestina dengan wilayah timur Yordania mencapai 360 km, dengan Suriah mencapai 70 km, dengan Lebanon mencapai 79 km dan dengan Mesir mencapi 210 km. Sedang pantai Palestina di Laut Tengah panjangnya mencapai 224 m.

     Secara mendasar, dengan memotong garis bujur wilayah Palestina mungkin dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yakni wilayah pinggiran pantai, dataran tinggi pegunungan yang menyebar di hampir seluruh wilayah Palestina dan galur Yordania (wilayah dataran rendah Yordania). Wilayah pinggiran Palestina menyempit karena bersebelahan dengan Gunung Karmel di Haifa sampai 200 m dan meluas ke arah selatan mencapai 30 km di wilayah Gaza. Di wilayah inilah terkonsentrasi pemukiman penduduk dan kegiatan ekonomi dalam skala besar. Saat itu sekitar tiga perempat penduduk Palestina terkonsentrasi di wilayah ini, di tambah aktifitas ekonomi di pelabuhan khususnya di Haifa, wilayah-wilayah ini merupakan pusat kegiatan pertanian strategis terutama produksi asam. Adapun dataran tinggi di wilayah tengah Palestina meliputi pegunungan Nablus, Al-Khalil (Hebron) dan perbukitan Nagev yang luasnya mencapai 1000 m. Kemudian Gunul Halhul mencapai 1020 m, Gunung Jurzaim dan ‘Aibal mencapai 940 m. Dan di rangkaian pegunungan El-Jalil di wilayah utara Palestina, di situ ada gunung tertinggi di Palestina, menjulang gunung El-Jurmeq luasnya mencapai 1208 m.
Di wilayah dataran tinggi ini berkembang sejumlah kota-kota penting Palestina seperti Al-Quds (Jerusalem), Nablus, El-Khalil (Hebron), Bethlehem dan Ramallah. Meskipun wilayah-wilayah ini terbuka namun sejak ribuan tahun tetap menjadi markas penduduk yang bercirikan pedesaan. Sebagian besar wilayah tanahnya subur, bagus untuk pertanian. Para petani Palestina memanfaatkannya untuk ditanami kacang-kacangan, sayuran, pertanian zaitun, chrom, perkebunan buah badam dan di tambah lagi padang gembala ternak.
Sedang Bukit Nagev yang luasnya mencapai 10.000 km2 merupakan wilayah padang pasir yang sedikit sekalimemiliki potensi alam, kecuali daerah pinggiran utara. Selebihnya tidak pernah mendapatkan curah hujan kecuali 50 mm atau lebih kecil dari itu. Merupakan wilayah Palestina yang paling sedikit penduduknya.
Adapun wilayah dataran rendah (galur) Yordania luasnya membentang 460 km dari kaki Gunung Syaikh (sebelah utara) sampai Teluk Aqabah (sebelah selatan), membentang sepanjang garis perbatasan Palestina-Yordania, di bagian utara dilewati sungai Yordan kemudian masuk danai Thabriya kemudian keluar dan bermuara di Laut Mati yang kedalamannya kurang dari 395 m di bawah permukaan laut. Laut Mati sendiri luasnya 940 km2, airnya sangat asin bila dibandingkan dengan danau atau laut-laut yang ada di dunia ini. Hal ini mengakibatkan tak ada kehidupan di sana, itulah sebabnya disebut Laut Mati (Dead Sea).
Lembah Yordan dan Laut Mati merupakan wilayah yang paling rendah dari permukaan air laut dibandingkan dengan tempat-tempat lain di dunia. Kekhasan wilayah ini adalah panas yang tinggi sepanjang tahun. Penduduknya bertani kurma, pisang dan sayuran. Di wilayah ini terdapat kota tertua dalam sejarah Palestina, yakni Kota Jericho (Ariha), yang sudah berkembang pada tahun 8000 SM. Ke arah selatan dari Laut Mati membentang galur Yordan lebih dari 150 km, yang dinamakan dengan Lembah Arabah. Namun semakin ke arah selatan wilayah ini semakin bertambah tinggi kemudian kembali menurun sampai setinggi permukaan air laut di pantai Teluk Aqabah.


      Iklim yang berlaku di Palestina adalah iklim Laut Tengah secara umum, yakni panas kering di waktu musim panas dan hangat berhujan pada musim dingin (hujan). Curah hujan berkisar antara 600-800 mm pertahun di wilayah dataran tinggi El-Jalil, Nablus dan Khalil (Hebron). Di wilayah pinggiran pantai, semakin ke selatan curah hujan semakin turun, mulai dari wilayah Karmel yang bercurah hujan 800 mm pertahun sampai di Rafah yang bercurah hujan tinggal 150 mm pertahun. Sedangkan di wilayah Lembah Yordan, curah hujan mencapai 200 mm pertahun, di Nagev hanya mencapai 50 mm pertahun.
Sedang tingkat derajat panas secara umum beriklim sedang. Suhu terendah paling dingin terjadi di kota Al-Quds (Jerusalem) pada bulan Januari sekitar 8º dan pada bulan Agustus 25º - merupakan suhu panas tertinggi di Al-Quds. Di wilayah pantai suhu terendah tidak kurang dari 19º dan pada bulan Agustus suhu panas tidak lebih dari 26º. Namun pada situasi paling ekstrim pada musim dingin suhu terendah bisa mencapai 0º terutama di wilayah dataran tinggi pegnungan dan suhu tertinggi pada musim panas bisa mencapai 40º terutama di wilayah Lembah Yordan.



[Sumber: dakwatuna.com]

No comments:

Post a Comment