| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Thursday 21 January 2016

ROHANA KUDUS, TOKOH EMANSIPASI PEREMPUAN & PERINTIS PERS INDONESIA


Rohana hidup pada jaman yang sama dengan Kartini, dimana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi.

Kartini hanya berhasil menyampaikan idenya lewat tulisan di surat-suratnya. Sedangkan Rohana sudah melakukan tindakan nyata dengan menjadi jurnalis dan menerbitkan koran-koran.

Rohana bahkan mendirikan sekolah sekaligus mengajar dan berbisnis.

Bagi yang mengerti sejarah dan sepak terjang Rohana mungkin sempat bertanya-tanya mengapa bukan beliau yang dijadikan sebagai ikon ibu emansipasi perempuan namun justru Kartini?


HOME SCHOOLING

Rohana Kudus adalah seorang wartawan inspiratif Indonesia. Beliau adalah pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Terlahir dengan nama Siti Rohana pada 20 Desember 1884 di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera barat. Beliau adalah anak dari pasangan suami istri Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam.

Rohana Kudus adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir (Perdana Menteri Indonesia pertama) dan bibi dari penyair terkenal Chairil Anwar (penyair Pelopor Angkatan 45).

Rohana juga merupakan sepupu dari Agus Salim (Duta Besar RI pertama dan tokoh pelopor home schooling Indonesia).

Rohana sendiri tidak pernah mengenyam pendidikan formal, pendidikan didapatkannya dari home schooling. Ayahnya sendiri yang mengajari Rohana kecil baca tulis.

Di usia yang masih sangat muda Rohana sudah bisa menulis, membaca, dan menguasai bahasa Belanda. Selain itu beliau juga belajar abjad Arab, Latin dan Arab-Melayu.

Semangat belajar Rohana yang tinggi dan kegemarannya membaca membuatnya cepat menguasai materi yang diajarkan ayahnya.

Ayahnya yang merupakan pegawai pemerintah Belanda adalah seorang pencetus Sekolah Rakyat khusus bagi pribumi di Koto Gadang.

Ketika Mohamad Rasjad Maharadja Soetan, ayah Rohana ditugaskan ke Alahan Panjang; mereka bertetangga dengan pejabat Belanda, yang merupakan atasan ayahnya.

Dari istri pejabat Belanda itulah Rohana belajar menyulam, menjahit, merenda, dan merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda.

Beliau juga banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita politik, pendidikan, dan gaya hidup Eropa.


PENDIDIKAN UNTUK PEREMPUAN

Rohana merupakan perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat pada pendidikan terutama untuk kaum perempuan.

Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya, Rohana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan.

Rohana termasuk perempuan pada jamannya yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan termasuk kesempatan mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena dan harus dilawan.

Pada tahun 1908, di usia 24 tahun Rohana menikah dengan Abdul Kudus yang berprofesi sebagai notaris. Dari nama suaminya inilah Rohana mendapatkan nama belakang Kudus.

Suami Rohana sangat mendukung Rohana dalam perjuangannya untuk merubah nasib perempuan terutama dalam hal pendidikan.

Berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya setelah kembali ke kampung, Rohana mengundang 60 tokoh masyarakt Koto Gadang dan mempresentasikan ide berdirinya sekolah khusus perempuan.

Para tokoh masyarakat tersebut mengagumi dan menyetujui pendirian sekolah tersebut.

Akhirnya pada tanggal 11 Februari 1911 berdirilah sekolah keterampilan khusus perempuan Sekolah Kerajinan Amai Setia.

Di sekolah ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan mengelola keuangan, membaca, menulis, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda.

Banyak sekali rintangan yang dihadapi Rohana dalam mewujudkan cita-citanya.

Perjuangannya untuk memajukan kaum perempuan penuh dengan benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang, bahkan fitnahan yang tak kunjung reda.

Namun gejolak sosial yang dihadapinya justru membuatnya tegar dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkannya.

Sejak kecil passion mengajar Rohana sudah muncul.
Tahukah anda di usia 8 tahun Rohana sudah mengajar baca tulis pada teman-teman sepermainannya?


PEBISNIS DAN JURNALIS

Selain berkiprah di sekolahnya, Rohana juga menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda karena ia sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-menjahit untuk kepentingan sekolahnya.

Selain itu Rohana juga menjadi perantara untuk memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memenuhi syarat ekspor.

Ini menjadikan sekolah Rohana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli, yang anggotanya semua perempuan, yang pertama di Minangkabau.

Banyak petinggi Belanda yang kagum pada kemampuan dan dedikasi Rohana. Selain menghasilkan berbagai kerajinan, Rohana juga menulis puisi dan artikel serta fasih berbahasa Belanda.

Tutur katanya santun dan memiliki wawasan yang luas setara dengan orang yang berpendidikan tinggi. Kiprah Rohana menjadi topik pembicaraan di Belanda.

Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat.

Keinginan Rohana berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya dan ditunjang kebiasaannya menulis,

berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan pertama bernama Sunting Melayu pada tanggal 10 Juli 1912.

Surat kabar ini merupakan hasil kerjasama Rohana dengan Dt. St. Maharaja pimpinan surat kabar Utusan Melayu.

Sunting Melayu merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan.

Kisah sukses Rohana di Sekolah Kerajinan Amai Setia tak berlangsung lama.

Pada tanggal 22 Oktober 1916 seorang siswanya menjatuhkannya dari jabatan Direktris dan Peningmeester karena tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan.

Rohana harus menghadapi beberapa kali persidangan yang diadakan di Bukittinggi dengan didampingi suaminya, seorang yang mengerti hukum dan dukungan seluruh keluarga.

Hasil persidangan menyatakan tuduhan pada Rohana tidak terbukti dan jabatan di sekolah Amai Setia kembali diserahkan padanya, namun dengan halus ditolaknya karena beliau berniat pindah ke Bukittinggi.


PEMBELAJAR DAN PENGAJAR

Sepanjang hidupnya Rohana menghabiskan waktu dengan belajar dan mengajar. Di Bukittinggi Rohana mendirikan sekolah dengan nama Rohana School.

Rohana mengelola sekolahnya sendiri tanpa minta bantuan siapa pun untuk menghindari permasalahan yang tak diinginkan terulang kembali.

Rohana School sangat terkenal muridnya banyak, tidak hanya dari Bukittinggi tapi juga dari daerah lain.

Hal ini disebabkan Rohana sudah cukup populer dengan hasil karyanya yang bermutu dan juga jabatannya sebagai Pemimpin Redaksi Sunting Melayu yang membuat eksistensinya tidak diragukan lagi.

Dengan kepandaian dan kepopulerannya, Rohana mendapat tawaran mengajar di sekolah Dharma Putra. Di sekolah ini muridnya tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki.

Semua guru di sini adalah lulusan sekolah guru kecuali Rohana yang tidak pernah menempuh pendidikan formal.

Rohana diberi kepercayaan mengisi pelajaran keterampilan menyulam dan merenda.

Namun Rohana tidak hanya pandai mengajar menjahit dan menyulam melainkan juga mengajar mata pelajaran agama, budi pekerti, Bahasa Belanda, politik, sastra, dan teknik menulis jurnalistik.

Tak puas dengan ilmunya, di Bukittinggi Rohana memperkaya keterampilannya dengan belajar membordir pada orang Cina dengan menggunakan mesin jahit Singer.

Karena jiwa bisnisnya kuat, selain belajar membordir Rohana juga menjadi agen mesin jahit untuk murid-murid di sekolahnya sendiri.

Rohana adalah perempuan pertama di Bukittinggi yang menjadi agen mesin jahit Singer yang sebelumnya hanya dikuasai orang Tionghoa.


PEJUANG NAN PEMBERANI

Rohana terus berjuang merubah pandangan masyarakat Koto Gadang terhadap pendidikan untuk kaum perempuan, yang menuding perempuan tidak perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah.

“Perputaran jaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibanya.

Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik.

Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah, yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”. (Rohana Kudus)

Jika diperhatikan, tujuan pemerataan pendidikan untuk sampai pada perempuan yang diharapkan Rohana tersebut, sebenarnya tidak jauh beda dengan cita-cita Kartini.


Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Rohana bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda.

Rohana pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan.

Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Kotogadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan,

yang kemudian dibawa ke Payakumbuh dengan kereta api. Cara inipun berhasil mengecoh Belanda.

Hingga ajalnya menjemput, Rohana masih terus berjuang. Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana beliau masih mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak.

Bahkan setelah kembali ke Padang, dunia jurnalistik tidak dapat dipisahkan darinya, beliau menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu dan surat kabar Cahaya Sumatera.

Rohana merupakan pemikir kritis dan berani. Beliau menentang keinginan beberapa politikus di MPRS untuk mengangkat presiden Indonesia kala itu, Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

Sejarah pun telah mencatat Rohana Kudus dan Rahmah El-Yunusiah sebagai dua perempuan yang membuat presiden pertama RI kewalahan.


PENGHARGAAN

Demikianlah Rohana Kudus menghabiskan 88 tahun umurnya dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, perempuan, bisnis, jurnalistik, dan politik.

Jika direnungkan, begitu banyak kiprah yang telah diusung Rohana dan pelajaran yang bisa diambil darinya.

Perempuan teladan yang meninggal dunia pada tanggal 17 Agustus 1972 di Jakarta ini, mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan kaum perempuan yang diperjuangkannya.

Tepat dua tahun setelah kematian Rohana, yaitu tanggal 17 Agustus 1974, Pemerintah Sumatera Barat menyematkan penghargaan Wartawati Pertama Indonesia padanya.

Kemudian pada peringatan Hari Pers Nasional ketiga (9 Februari 1987), Menteri Penerangan Harmoko yang juga mantan wartawan, memberi penghargaan kepada Rohana sebagai Perintis Pers Indonesia.

Terakhir, tahun 2008 Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama kepada Rohana.


Kisah perjuangan Siti Rohana binti Mohamad Rasjad Maharadja Soetan atau lebih dikenal dengan nama Rohana Kudus di atas sangat menginspirasi bukan?

Semoga semakin banyak perempuan Indonesia yang seperti beliau ya... :)





[Referensi: Wikipedia Indonesia, kompasiana.com, dontlookatmebitch.wordpress, dan urangming.wordpress untuk]

1 comment:

  1. Mantap
    Sungguh sepak terjang yang menggunggah jiwa sebagai seorang perempuan

    ReplyDelete