| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Tuesday 6 January 2015

YESUS, KONSTANTINE, NATAL & KATOLIK ROMA

YESUS SANG RAJA ISRAEL
      Injil Matius dan Lukas menyatakan secara eksplisit bahwa Yesus (Nabi Isa A.S.) adalah keturunan raja dari garis keturunan Raja Salomo (Nabi Sulaiman A.S.) dan David (Nabi Daud A.S.). Ketiga orang Majus itu mencari “bayi raja orang Yahudi”. Dalam Lukas 23: 3, “Yesus dituduh menyesatkan bangsa kami dan melarang membayar pajak pada kaisar dan menyatakan bahwa ia adalah kristus, yaitu raja”. Dalam Matius 21: 9 ketika ia memasuki Yerusalem dengan penuh kemenangan Yesus disambut dengan teriakan orang banyak, “hosana bagi anak Daud”. Tak diragukan lagi bahwa Yesus disambut sebagai raja. Bahkan Injil Lukas dan Yohanes menggambarkan secara eksplisit tentang peristiwa tersebut. Dalam Yohanes 1: 49 Nathanael menamakan Yesus, “Engkaulah raja orang Yahudi itu”. Tentu saja kita juga tak bisa melupakan bahwa terdapat pahatan “Raja orang Yahudi” yang diperintahkan Pilatus untuk dipakukan pada kayu salib Yesus. Tentang status Yesus selaku raja terdapat bukti dalam penuturan Injil tentang pembunuhan massal yang diperintahkan Herodes terhadap bayi-bayi yang tidak berdosa (Matius 2: 3-14). Walaupun catatan tentang kejadian historis tersebut sangat diragukan, penuturan ini membuktikan rasa cemas Herodes tentang kelahiran Yesus:
Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia... Dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi... Lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana kristus akan dilahirkan. ‘di Bethlehem, di tanah Yudea’, mereka berkata kepadanya, ‘karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi’...”

So, gelar Kristus berarti Raja, raja bagi orang Yahudi. Yesus bukanlah Tuhan.
Dalam iman orang Islam pun diyakini bahwa Isa (Yesus) adalah seseorang yang terpilih dan diutus khusus untuk Bani Israel/ Yahudi (Rasul untuk Israel). Dan Nabi Isa termasuk Nabi yang wajib diimani/ dipercaya oleh umat muslim (termasuk rukun iman-iman kepada nabi dan rasul)

RAJA YANG DIKORBANKAN
     Dari kaum Merovingian hingga Habsburg, dinasti Eropa mengagungkan diri dan diagungkan oleh raja mereka sebagai dinasti yang mendapat mandat khusus dari atas langit. Raja tidak lebih dari pelayan belaka, bejana, kendaraan yang dengan itu keilahian akan menanamkan dirinya. Sampai pada tahap itu, raja sendiri dianggap dapat dikorbankan.

Hal inilah yang mendasari kepercayaan trinitas dan dosa awal serta konsep penyelamatan Yesus atas dosa-dosa manusia melalui pengorbanan dengan disalib menurut kepercayaan Kristen Paulus.

Dalam banyak kultur kuno, memang, raja dikorbankan melalui upacara setelah kurun waktu yang telah ditetapkan. Pembunuhan raja dengan upacara adalah salah satu ritual paling murni dan menyebar luas dari peradaban manusia paling awal. Meskipun terdapat variasi simbolis tertentu, Yesus disesuaikan dengan pola ini. Tidak cukup hanya itu, dalam kultur kuno di berbagai belahan dunia jasad raja yang dikorbankan tersebut menjadi objek pesta, dagingnya dimakan dan darahnya diminum. Hal ini adalah isyarat bahwa mereka mereguk lalu menyatukan kebajikan dan kekuasaan dari raja mereka yang telah mati tersebut. Sisa tradisi ini terlihat cukup jelas dalam upacara Komuni Kudus (Sakramen Ekaristi) orang Kristiani (Kristen Paulus/ Katolik).

KONSTANTINE DAN KRISTEN KATOLIK ROMA
      Konstantine yang menguasai Roma tahun 312 M sampai kematiannya (337 M) adalah peletak batu pertama dalam sejarah dan perkembangan agama Kristen Katolik/ Roma. Pada jaman itu jumlah orang Kristen cukup banyak di kerajaan Roma dan dia membutuhkan dukungan untuk melawan Maxentius, saingannya bagi tahta kekaisaran.
Dengan maklumat Milan yang disebarkan tahun 313 M dia melarang segenap bentuk penganiayaan Monotheisme di kekaisarannya. Dia mengijinkan para pemuka gereja untuk menjadi bagian dari pemerintahan sipil dan dengan berbuat demikian maka terbukalah jalan bagi gereja untuk memantapkan kekuasaan sekulernya. Dihibahkannya Istana Lateran pada Uskup Roma dan Roma pun mampu memanfaatkannya sebagai sarana untuk memantapkan supremasinya terhadap saingan pusat-pusat otoritas agama Kristen di Alexandria dan Antiokhia.

Akhirnya, dia mengetuai Dewan Nicea pada tahun 325 M. Melalui dewan ini beragam bentuk agama Kristen saling berhadapan dan mereka menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada. 
 
Hasil dari Dewan Nicea adalah Roma menjadi pusat resmi dari sifat ortodoks agama Kristen dan setiap penyimpangan dari sifat ortodoks tersebut menjadi bid’ah, bukan sekedar perbedaan pendapat atau interpretasi. Dalam Dewan Nicea ini pulalah keilahian Yesus dan sifat keilahiannnya ditetapkan melalui pemungutan suara. 
 
Inilah asal usul doktrin/ prinsip Trinitas yang kita kenal sekarang. Jadi dapat disimpulkan bahwa agama Kristen seperti yang kita ketahui dewasa ini pada pokoknya bukan berasal dari jaman Yesus namun dari Konsili Nicea.

Perlu diketahui bahwa pada saat pertempuran di Jembatan Milvian untuk meraih tahta kekaisaran Konstantine menang dan setelahnya senat Roma mendirikan monumen kemenangan di Colloseum. Menurut pahatan pada monumen tersebut, kemenangan Konstantine dicapai berkat bantuan Dewa dan dewa tersebut bukanlah Yesus namun Sol Invictius (Matahari yang tidak kasat mata). Ya, Konstantine adalah anggota sekte pemujaan Sol Invictius. Berlawanan dengan tradisi, Konstantine tidak menjadikan agama Kristen sebagai agama negara Roma. Agama negara Roma di bawah pemerintahan Konstantine adalah berbentuk pemujaan terhadap dewa matahari dan Konstantine berfungsi sebagai imam kepala. Citra Konstantine sebagai orang kafir yang kemudian menjadi penganut Kristen yang taat adalah salah. Bahkan menjelang kematiannya dia tidak dibaptis.
 
Sebenarnya pemujaan terhadap Sol Invictus berasal dari Syria (Suriah). Mulai dikenal di Roma sejak seabad sebelum Konstantine. Pada intinya ajaran ini bersifat Monotheistis, bukan Politheistis. Sebenarnya ajaran ini menempatkan dewa matahari sebagai pusat dari seluruh sifat dewa.
Di bawah dukungan sekte pemujaan terhadap Sol Invictus ini agama Kristen maju pesat. Doktrin kristen seperti yang telah disebarluaskan oleh Roma pada jaman itu memiliki banyak kesamaan dengan sekte pemujaan Sol Invictus.
Gereja awal tidak memiliki perasaan bersalah dengan memodifikasi butir-butir dogmanya sendiri untuk menarik manfaat dari peluang itu. Lewat maklumat yang disebarluaskan pada tahun 321 M, Konstantine memerintahkan persidangan hukum agar menutup “the venerable day of the sun” (hari matahari yang dijunjung tinggi), menyatakan hari itu adalah hari libur. Semenjak itu agama Kristen menyatakan hari Sabtu, hari Sabat dalam agama Yahudi, sebagai hari sakral. 
 
Selain itu hingga abad keempat kelahiran Yesus dirayakan pada tanggal 6 Januari. Namun bagi sekte pemujaan Sol Invictus secara simbolis hari terpenting dalam setahun adalah tanggal 25 Desember, yaitu festival Natalis Invictus, kelahiran/ kelahiran kembali matahari. Dalam kaitan dengan ini pula agama Kristen menyesuaikan diri dengan rezim serta agama negara yang telah ditentukan.

Busana tertentu juga diambil begitu saja dari agama negara tersebut. Jadi cahaya yang memahkotai kepala dewa matahari menjadi lingkaran cahaya (aura) orang Kristen.

Sekte pemujaan terhadap Sol Invictus juga bergandengan dengan sekte Mithra, sekte yang masih bertahan hidup dari agama Zoroastri berasal dari Persia (sekarang Iran). Bahkan sedemikian eratnya Mithraisme dengan Sol Invictus hingga keduanya kerap membingungkan. Keduanya menekankan status matahari, meyakini bahwa hari minggu adalah hari sakral, merayakan festival kelahiran besar pada tanggal 25 Desember. Akibatnya agama Kristen juga menemukan titik temu dengan Mithraisme. 
 
Agama Kristen yang bergabung dan mengambil bentuk pada jaman Konstantine sesungguhnya adalah bentuk campuran, berisi kumpulan dari pemikiran yang berasal dari sekte pemujaan dewa matahari Sol Invictus dan Mithraisme.

Agama Kristen yang kita kenal sekarang dalam berbagai hal sesungguhnya lebih dekat dengan sistem keyakinan kafir ketimbang pada asal muasalnya sebagai agama Yudais.
Dalam minatnya terhadap persatuan, Konstantine memang sengaja mencampurkan perbedaan antara agama Kristen, Sol Invictus dan Mithraisme. Konstantine mentolerir pendewaan Yesus sebagai manifestasi awal dari Sol Invictus. Dibangunnya gereja pada salah satu kawasan kota dan di kawasan lainnya dia mendirikan patung-patung Dewi Bunda Cybele dan Sol Invictus, dimana ciri-ciri dewa matahari tersebut mirip dengannya. Penekanan atas persatuan lagi-lagi terlihat jelas. 
 
Iman di mata Konstantine adalah masalah politik dan setiap iman yang mendukung persatuan diperlakukan dengan penuh kesabaran.
 
Perlu diketahui bahwa tak satupun ditemukan versi perjanjian baru masih dalam keadaan lengkap, yang berusia sebelum pemerintahan Konstantine. Perjanjian baru yang kita tahu sekarang ini sebagian besar merupakan produk Konsili Nicea dan para konsul gereja dari era yang sama.





[Sumber: The Messianic Legacy by Michael Baigent, Richard Leigh & Henry Lincoln]

No comments:

Post a Comment