Postingan saya kali ini akan membahas
tentang Hari Kebangkitan Nasional.
Di negara kita setiap tanggal 20 Mei
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, tanggal tersebut diambil dari
tanggal lahir organisasi Boedhi Oetomo
(selanjutnya disebut BO).
Namun pernahkah kita berfikir apakah
pemilihan tanggal tersebut tepat dan sesuai dengan sejarah?
Tahukah
anda bahwa BO sama sekali tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka?
BO
tidak berdiri atas paham kebangsaan tetapi chauvinisme sempit, di mana
hanya orang Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggotanya.
BO
sama sekali tidak menghargai bahasa Melayu sebagai bahasa asal dari bahasa
Indonesia.
Bahkan
BO mendukung status-quo (mendukung penjajahan Belanda di Indonesia) dan
para tokohnya merupakan tokoh Freemasonry.
Dalam
bahasa Arab, kebangkitan disebut An-Nahdhoh.
Makna
kebangkitan adalah kondisi dimana sekelompok manusia atau masyarakat terbebas
dari kungkungan aturan manusia dan kembali kepada aturan ALLAAH SWT.
Ini
semua bisa terjadi jika manusia mau berubah, sebagaimana firman ALLAAH SWT dalam Al-Qur’an Surah Ar-Ra'd ayah 19,
”Sesungguhnya
Allaah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri.”
Rasulullaah
SAW. telah mewajibkan umatnya untuk bersikap “Ilmu qabla amal” (Ilmu sebelum
mengamalkan) yang berarti umat Islam wajib mengetahui sesuatu hal secara benar
sebelum mengerjakannya.
Bahkan
Sayyid Quthb di dalam karyanya
“Tafsir Baru Atas Realitas” (1996) menyatakan orang-orang yang mengikuti
sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah.
Jangan
sampai kita “Fa Innahu Minhum” (kita
menjadi golongan mereka) terhadap kejahiliyahan.
Karenanya
saya ingin mengajak pembaca sama-sama mengkaji mengenai Boedhi Oetomo (BO), Hari
Kebangkitan Nasional serta organisasi yang lain yang juga berperan penting
dalam sejarah bangsa.
Sebelumnya
saya akan menguraikan profil BO dan silahkan pembaca sendiri yang menarik
kesimpulan kemudian memutuskan, apakah tanggal 20 Mei pantas diperingati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional?
Para
mahasiswa kedokteran STOVIA-Jakarta,
dr. Soetomo dan kawan-kawannyalah
yang memprakarsai pembentukan Boedhi
Oetomo.
Organisasi
ini didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908.
Perkumpulan
ini dipimpin oleh para ambtenaar
(para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda).
BO
pertama kali diketuai oleh Raden T.
Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga
tahun 1911.
Kemudian
diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo
dari Keraton Paku Alam Yogyakarta yang digaji dan juga patuh pada Belanda.
Menurut
KH. Firdaus AN. selaku mantan Ketua
Majelis Syuro Syarikat Islam,
BO
tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekan karena mereka para
pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang
dilakukan tuannya atas Indonesia.
Dan
BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan
karena telah bubar pada tahun 1935.
BO
adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura
elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi
anggotanya.
Bahkan
pada rapat-rapat perkumpulan dan dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, BO
menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia.
“Tidak
pernah sekali pun rapat BO membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara
yang merdeka.
Mereka
ini hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa dan
Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda,
memperbaiki
nasib golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang dianggapnya sebagai
batu sandungan bagi upaya mereka, ”
lanjut
KH. Firdaus AN.
Hal
ini terbukti dari Anggaran Dasar BO Pasal 2 tertulis
“Tujuan
organisasi untuk menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan
Madura secara harmonis”.
“Agama
Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya. Sebab itu soal agama harus
disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan”,
hal
ini pernah diutarakan secara terang-terangan oleh Noto Soeroto, seorang tokoh BO, dalam pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de
Indische Vereniging.
Bukti
lain dapat ditemukan pada artikel di Suara Umum, sebuah media massa milik BO di
bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan
Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam
Majalah Al-Lisan tertulis,
“Digul
lebih utama daripada Mekkah, buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu kamu
punya Kiblat!”
Islamophobia
BO juga nampak pada tulisan Gunawan
Mangunkusumo dalam Gedenboek Boedhi
Oetomo,
“Apabila
Syarikat Islam, perkumpulan muslim sanggup menyiapkan bangsa Jawa untuk hidup
berpolitik, kata ‘Islam’ itu harus kita isi pengertian lain yang tidak pernah
ada di dalamnya.
Pengertian
‘tanah air’ masih asing bagi kita.”
Kaum
Abangan yang banyak berafiliasi ke BO pun menganggap Islamlah penyebab
keruntuhan Kerajaan Majapahit dan kemunduran peradaban Jawa.
Bramartani
(surat kabar berbahasa Jawa) memuat kisah penyerbuan Demak ke Majapahit, yang
menjadi akhir sejarah imperium Jawa yang sangat diagung-agungkan oleh kaum
Abangan Jawa.
Isu
tersebut dijadikan senjata utama kaum Abangan Jawa di BO untuk menyerang
kelompok santri.
Arah
perjuangan BO yang sama sekali tidak berasas kebangsaan, melainkan chauvinisme sempit sebatas
memperjuangkan Jawa dan Madura saja telah mengecewakan dua tokoh besar BO
sendiri,
yakni
Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya hengkang dari BO.
Bukan
itu saja, ternyata ketua pertama BO yakni Raden
Adipati Tirtokusumo adalah seorang anggota Freemasonry[1].
Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895.
Sekretaris
BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri
yang dinamakan Mason Boediardjo.
Hal
ini dipaparkan Dr. Th. Stevens dalam
buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat
di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962”,
yang
merupakan buku yang dicetak secara terbatas dan didedikasikan untuk para Mason
Indonesia .
Selanjutnya
mari kita membahas organisasi kebangsaan pertama di Indonesia yaitu Syarikat Islam (selanjutnya disebut SI)
dan perbandinganya dengan BO.
Tiga
tahun sebelum BO dibentuk, Haji Samanhudi
dan kawan-kawan mendirikan Syarikat Islam
(awalnya bernama Syarikat Dagang Islam)
di Solo pada tanggal 16 Oktober 1905.
“Ini
merupakan organisasi Islam yang terpanjang dan tertua umurnya dari semua
organisasi massa di tanah air Indonesia,” tulis KH. Firdaus AN.
Berbeda
dengan BO yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura — juga hanya
menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya pun hanya
terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura — sifat SI lebih nasionalis.
Keanggotaan
SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas Islam. Sebab itu, susunan
para pengurusnya pun terdiri dari berbagai macam suku dan daerah.
Seperti
Haji Samanhudi berasal dari Jawa
Tengah, HOS. Tjokroaminoto dari Jawa
Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.
Untuk
mengetahui perbedaan mendasar antara BO
dan SI, saya akan memaparkan perbandingan di antara keduanya:
1.
Tujuan:
-BO
bertujuan menggalang kerjasama guna memajukan Jawa-Madura
-SI
bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya
2.
Sifat keanggotaan dan aspirasi:
-BO
besifat kesukuan yang sempit, terbatas hanya Jawa-Madura
-SI
bersifat nasional untuk seluruh bangsa Indonesia
3.
Bahasa:
-BO
berbahasa Belanda, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Belanda
-SI
berbahasa Indonesia, anggaran dasarnya ditulis dalam bahasa Indonesia
4.
Sikap terhadap Belanda:
-BO
bersikap menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar
tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda
-SI
bersikap nonkoperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda
5.
Sikap terhadap Agama:
-BO
bersikap anti Islam dan anti Arab (dibenarkan oleh sejarawan Hamid Algadrie dan
Dr. Radjiman)
-SI
membela Islam dan memperjuangkan kebenarannya
6.
Perjuangan Kemerdekaan:
-BO
tidak pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan telah bubar tahun
1935
-SI
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengantarkan bangsa ini melewati pintu
gerbang kemerdekaan
7.
Korban Perjuangan:
-Anggota
BO tidak ada satu pun yang masuk penjara
-Anggota
SI banyak yang dijebloskan ke penjara, ditembak mati Belanda dan banyak
anggotanya yang dibuang ke Digul, Irian Barat
8.
Azas/ dasar organisasi:
-BO
bersifat feodal dan keningratan
-SI
bersifat kerakyatan dan kebangsaan
Islam
telah menjadi ideologi perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan kaum
kolonialis Barat sejak mereka menjejakkan kakinya di Nusantara.
Karenanya
kolonialis beserta antek-anteknya berusaha menghancurkan Islam dari segala
segi, yaitu segi ideologi, pemikiran, politik, budaya, perekonomian, militer,
dsb.
Melalui
mesin-mesin propagandanya mereka menanamkan stigma jika Islam itu kolot, bodoh
dan terbelakang; dan sebaliknya hanya Barat yang mempunyai peradaban tinggi,
maju, cerdas dan paling manusiawi.
Mereka
menanamkan stigma tersebut ke para priyayi, ambtenar dan pelayan-pelayannya
serta berusaha memisahkan elit bangsa ini (priyayi maupun kaum intelektual)
dari rakyat jelata.
Hasilnya
beberapa elit bangsa ini patuh dan menjadi pembela kaum kolonialis Belanda
serta memperburuk citra Islam.
Nah,
dari
paparan di atas bagaimana pendapat pembaca?
Apakah
sebaiknya Hari Kebangkitan Nasional dihapuskan saja?
Atau
diganti menjadi tanggal 16 Oktober ataukah tetap tanggal 20 Mei?
Saya
memposting ini bukan bermaksud untuk menjatuhkan BO.
Namun
semata-mata untuk membuka mata kita bersama agar lebih terbuka terhadap
sejarah, kebenaran dan perjuangan para pejuang lain yang patut kita apresiasi
juga.
Agar
kita lebih paham sejarah dan kebenaran serta betapa pejuang-pejuang Indonesia yang Islam sangat banyak jumlahnya.
Bukan
tidak mungkin memang ada yang sengaja untuk menutup-nutupi kenyataan yang
sebenarnya demi memperoleh keuntungan dan tujuan yang diinginkan.
Mengenai
Vritmejselareen atau Fremasonry dan organisasi turunannya,
saya akan membahasnya di lain waktu, Insya
ALLAAH.
Silahkan
disimak dan mohon dikoreksi jika ada kekeliruan. Saya juga berharap pembaca mau
menambahkan jika ada yang kurang. Terima kasih.
[Referensi:
Rizki Ridyasmara-eramuslim.com, Eramuslim
Digest-Islamic Thematic Handbook, islamuda.com, Dr. Th. Stevens-Tarekat
Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, KH.
Firdaus AN.-Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Pergerakan
Bangsa, Al-Lisan Nomor 24, 1938, fadhahmad@yahoo.co.id]
[1]
Freemasonry (Vritmejselareen dalam bahasa Belanda)
sejak tanggal 27 Februari 1961 dilarang oleh presiden Soekarno.
Namun pada era
reformasi saat presiden
Abdurrahman Wahid berkuasa,
mereka kembali lagi dengan paham Humanisme, Sekulerisme, Atheisme, dan Pluralisme agama yang dibawa agen-agen Zionis
seperti Rotary
Club, Lion Club, Asia Foundation, JIL, Paramadina, Freedom Institute,
LibForAll, CSIS dan Opus Supremus
No comments:
Post a Comment