Setengah
abad lebih berlalu sejak Israel berdiri, dan tahukah Anda jika negara
itu mendapatkan hasil pajak Amerika Serikat (AS) melebihi negara
manapun di dunia ini, termasuk AS sendiri?
Selama
resesi ekonomi dunia, ketika orang-orang AS sendiri menjadi
pengangguran, rumah-rumah dijual, anggaran pendidikan dikurangi
demikian besar dan bisnis macet dimana-mana, Kongres AS terus saja
memberikan hasil pajak yang besar kepada Israel; dan sekarang jika
dihitung, perharinya mencapai 7 juta US dollar!
Dengan
segala kenyataan tersebut, inilah saatnya untuk sekali lagi
mempertanyakan kebijakan AS. Untuk menelisik mengapa AS terus saja
memberikan bantuan militer kepada sebuah negara dalam hal ini Israel,
sangat perlu untuk melihat sejarah dan budaya si penerima bantuan
itu.
Lantas,
bagaimana sejarah Israel? Mendeskripsikan Israel terlalu dan selalu
sulit. Kita harus memilih apakah akan terus hidup dalam sebuah
paradigma atau menyebutkan kebenaran. Literatur manapun jelas
mengatakan bahwa negara Israel berdiri di atas tanah dan negara lain
yaitu Palestina; dan dipertahankan serta dikembangkan dengan cara
yang paling biadab sepanjang sejarah yakni pembersihan etnis/ bangsa.
Pada
tahun 1947-1949, sekitar seperempat juta umat Muslim dan Kristen yang
merupakan 95% penduduk Palestina dipaksa untuk meninggalkan tanahnya.
Terhitung
sampai tahun 2009 saja dengan agresi Gaza, sudah berlangsung 33 kali
genosida dan penghangusan lebih dari 500 desa. Semua itu demi
melenyapkan sejarah dan kebudayaan Palestina.
Hal
kedua yang perlu kita pelajari adalah bagaimana Israel menggunakan
bantuan AS di masa lalu? Di semua peperangan yang melibatkan Israel,
Israel selalu menjadi pihak pertama yang menyerang. Israel selalu
membuat legitimasi (pembenaran) bahwa mereka sedang membela diri.
Dalam kurun waktu dua kali penyerangan pertama Israel terhadap
Lebanon dulu yang menewaskan 17.000 orang, dan terhadap Gaza dengan
jumlah 1400, semuanya menggunakan senjata dari AS yang jelas-jelas
dilarang oleh hukum AS sendiri.
Bahkan
seorang dokter bedah AS dalam satu hari pernah membedah lebih dari
1000 lambung korban kekejian Israel. Pesawat yang membombardir Gaza
adalaah F-16 dan Helikopter Apache AS. Pajak yang dibayar warga
kepada pemerintah AS dibuat untuk melukai dan membunuh orang-orang
tak berdosa di belahan bumi yang lain, bukan hanya pejuang Hamas atau
laki-laki dewasa tetapi juga perempuan, anak-anak dan ibu hamil.
Menurut
Defence for Children
International,
Israel telah melakukan penghancuran terbesar sepanjang masa. Dari
tahun 1967 sampai 2003 saja Israel telah meruntuhkan lebih dari
10.000 rumah, dan hingga kini masih berlangsung. Bukan hanya orang
Palestina saja yang menjadi korban kebrutalan Israel. Racher Corrie,
gadis berusia 23 tahun dilindas buldozer Caterpillar; sniper
Israel menembak Tom Hurdell, 21 tahun, di kepalanya; dan Brian Avery,
26 tahun, di wajahnya. Mereka semua adalah warga AS yang mempunyai
kepedulian terhadap masalah umat manusia. Selain mereka, masih banyak
sukarelawan dari segala penjuru dunia, dari berbagai macam latar
belakang, budaya dan agama yang ikut membantu di Palestina maupun
dari perbatasan sekitar Palestina serta dari negara mereka
masing-masing. Semoga mereka semakin kuat dan tidak pernah menyerah.
Lebih
mengenaskannya lagi, Israel menggunakan bantuan militer AS untuk
membuat industri mereka menyaingi perusahaan-perusahaan AS.
Tahun
1963, Senator WIlliam Fulbright menemukan bahwa Israel menggunakan
bantuan dari AS untuk membentuk kampanye media supaya bisa menyedot
lebih banyak lagi bantuan.
Sepanjang
tahun, Israel terus-terusan memata-matai AS, bahkan menurut US
Government Accounting Office,
aksi mata-mata Israel adalah yang paling agresif dibandingkan negara
lainnya. Dunia sekarang sedang memandang kepada kita, kepada
orang-orang Amerika yang patut dikasihani. Ketika media AS
ramai-ramai melindungi Israel dari aksi kejinya, dunia sudah tahu
bahwa kita adalah orang-orang yang ketakutan di negara sendiri.
Ketika orang Amerika diberi tahu bagaimana Israel mengambil uang
kita, dunia sudah sadar bahwa kitalah yang telah membiayai kekejaman
Israel.
Kesimpulannya,
bantuan AS terhadap Israel sudah membuat Timur Tengah tidak stabil,
dunia ditimpa diskriminasi, agresi maut, dan yang paling miris,
menenggelamkan semua perusahaan AS. Dengan terus memberikan bantuan
kepada Israel, kita telah membiarkan supremasi Israel atas sebuah
pembersihan etnik.
Sekarang
saatnya kita menghentikan bantuan kita kepada Israel.
[Tulisan
ini dikutip dari tulisan Allison Weir, Direktur Eksekutif If
American Knew, dengan
berbagai perubahan/ penyesuain oleh penulis]
KEDEKATAN AMERIKA
SERIKAT DENGAN ISRAEL
Saat
penyerangan Israel ke Palestina, AS yang selama ini memposisikan diri
sebagai polisi dunia diam tak berkutik. Kebiasaan turun tangan atas
setiap permasalahan internasional untuk memajukan kesejahteraan umum,
menjaga keamanan bangsa-bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
tak terlihat sama sekali saat agresi Israel di akhir tahun 2008
sampai dengan 2009 lalu
maupun tahun ini.
Tak peduli dengan ribuan nyawa melayang. Bom White
Posporus masih terus
bertabur di langit Gaza menggoreskan luka bakar kimia pada kulit,
daging, tulang dan juga jiwa. Helikopter-64
Apache masih
meraung-raung mencari korban. Helikopter
Armament belum puas
menembakkan Hydra 70
FFAR rockets, dan
MQ-1 Predator,
sebuah pesawat tempur udara tak berawak (UAV) juga masih aktif ronda
di langit Palestina.
Pemerintah
AS yang saat itu masih dikomandoi oleh Bush dan sekarang Obama
mendukung serangan tersebut. Ia berharap Israel mampu menuntaskan
Hamas. Dewan Senator AS pun turut mendukung atas penyerangan Israel.
Lobi Yahudi di
gedung putih atau The
American Israel Public Affairs Committee
(AIPAC) sangat kuat mempengaruhi keputusan pemerintah AS. Loyalitas
pemerintah AS terhadap Israel telah dibuktikan sejak 66 tahun yang
silam. AS adalah negara pertama yang mengakui eksistensi negara
Israel tahun 1948, sebelas menit setelah proklamasi berdirinya negara
di atas negara itu diumumkan.
AS
juga masih aktif memberikan pasokan senjata untuk Israel. Belum lagi
bantuan dana yang berjumlah milyaran dolar amerika pertahunnya. Tidak
ketinggalan pula kebijakan-kebijakan luar negeri, ekonomi, politik,
sosial, media informasi dan banyak hal lainnya yang lebih berpihak
kepada kepentingan kaum Zionis Israel. Paling tidak ada dua
kepentingan besar yang ingin dicapai kaum Yahudi setelah Kongres
Zionisme Internasional tahun 1947 di Basel. Kecenderungan politik
mereka bekerja ke dua arah, yang satu dilakukan secara diam-diam
untuk membentuk dan menguasai negara-negara non Yahudi di seluruh
dunia, sementara yang kedua adalah membentuk negara Yahudi di
Palestina.
Mengapa
AS dan Israel bisa berkolaborasi dan sejauh mana peran Yahudi dalam
campur tangan politik AS? Secara sederhana mungkin bisa kita katakan
karena ada persamaan kepentingan diantara keduanya. Namun lebih jauh,
ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan terkait dengan sisi
historis, akidah, ekonomi dan informasi yang menyebabkan AS begitu
dekat dengan Israel. Berikut uraiannya.
SEJARAH
Z.
A. Maulani menyatakan bahwa awal hubungan orang Yahudi dan Amerika
sudah dimulai sejak pendaratan Christopher
Colombus (1451-1506)
di "Dunia
Baru"
tanggal 12 Oktober 1492. Ekspedisi maritim ini membawa tiga kapal
layar yaitu kapal Santa Maria sebagai kapal bendera, diikuti oleh dua
kapal lainnya yaitu Nina dan Pinta. Colombus membawa beberapa orang
Yahudi untuk ikut berlayar bersamanya. Colombus dan sahabat-sahabat
Yahudinya mendapatkan hak-hak Istimewa dari pemerintah Spanyol atas
jasa-jasa mereka. Sejak saat itu, arus migrasi orang Yahudi
berlangsung dengan sangat deras ke Amerika Selatan terutama Brazil.
Saat akhir Perang Dunia I jumlah imigran Yahudi di AS telah mencapai
4 juta jiwa. Jumlah ini terus bertambah. Warga AS saat ini banyak
yang terdiri dari keturunan Yahudi. Mereka termasuk pemilik awal
negeri subur makmur yang diberi nama sesuai nama ilmuan italia,
Amerigo Vespucci,
itu. Dan setiap kebijakan pemerintah tidak boleh berseberangan dengan
kepentingan mereka.
AKIDAH
Keyakinan
Kristen Protestan adalah keyakinan yang banyak tersebar di AS saat
ini. Aliran kepercayaan ini awalnya dibentuk sebagai reaksi protes
terhadap beberapa aturan yang terdapat dalam aliran Kristen Katolik,
juga sebagai usaha melahirkan agama baru untuk memuluskan beberapa
kepentingan Yahudi. Marthin
Luther adalah
seorang pendeta Yahudi yang mempelopori lahirnya ajaran Protes
pada abad ke-16, menulis sebuah buku di tahun 1523 dengan judul "That
Jesus Was Born a Jew" (Al-Masih
Terlahir Sebagai Yahudi) dan menyebarkan pemikiran yang semakin
mengukuhkan keyakinan orang Yahudi akan eksistensi mereka.
Diantara
pemikiran tersebut, seperti disebutkan oleh Dr. Raghib As-Sirjani
dalam bukunya Bainattarikh
Wal Waqi', ada dua
pemikiran Luther yang paling penting dan menginspirasi orang-orang
Yahudi saat ini, yaitu:
Luther
menyatakan bahwa kitab Perjanjian Baru telah mengalami penyimpangan.
Oleh karena itu, menurutnya orang kristen wajib berpegang kepada
ajaran Perjanjian Lama yang masih utuh dan tidak mengalami
perubahan. Perjanjian Lama yang dimaksud adalah Taurat. Padahal baik
Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama sama-sama mengalami banyak
perubahan dan penyimpangan.
Luther
menyatakan bahwa agar Al-Masih bisa kembali ke dunia, maka harus
disiapkan negeri untuk kaum Yahudi di Palestina. Tanpa adanya negeri
itu, maka Al-Masih tidak akan turun. Oleh karena itu, siapa saja
yang cinta kepada Al-Masih maka ia harus membantu perjuangan Yahudi
merebut tanah Palestina. Keyakinan ini bahkan menjadi bagian dari
akidah yang tidak boleh diganggu-gugat. Maka bagi warga dan
pemerintah AS, perjuangan Israel mengambil paksa tanah Palestina
adalah bagian dari bukti cinta mereka untuk merebut kembali The
Promise Land (tanah
yang dijanjikan).
Sementara
Obama saat awal ia terpilih telah menyatakan bahwa ia adalah seorang
Protestan dan akan mengamalkan seluruh ajaran agamanya.
Sebagai
catatan, Obama terlahir dari seorang ibu Atheis dan ayah yang muslim.
Ayah tirinya yang orang Indonesia juga seorang muslim. Dulu saat
awal-awal kampanye banyak yang berharap akan perubahan kebijakan AS
terhadap isu-isu politik dan hubungan dengan negara Islam maupun
mayoritas muslim. Namun ternyata latar belakang ayahnya yang
sebenarnya adalah termasuk keluarga yang pertama memeluk Islam di
tempat tinggalnya tidak mempengaruhi Obama karena memang mereka tidak
hidup bersama. Orang tuanya bercerai. Lalu ibunya menikah lagi dengan
orang Indonesia yang juga muslim, bahkan Obama kecil bersekolah di
Jakarta, Indonesia, negeri mayoritas muslim. Walaupun begitu
pengalaman tersebut tidak membuatnya lantas membela muslim, karena
pada kenyataannya hampir seluruh pemimpin/ presiden AS selalu
mempunyai kebijakan yang merugikan atau memerangi Islam. Kalaupun
tidak maka siap-siap saja orang nomor satu di AS itu disingkirkan.
EKONOMI
Hingga
kini pengatur utama dan penguasa institusi perbankan AS adalah The
US Federal Reserve
(The
Fed). Kedudukan
tunggalnya yang terpenting adalah menetapkan kebijakan moneter. Saham
utama badan usaha ini dimiliki oleh para bankir Yahudi. Melalui
wewenang yang mereka miliki, mereka dengan mudah mengontrol
kebijakan-kebijakan moneter di AS. Bahkan IMF maupun World
Bank telah menjadi
instrumen kekuasaan yang digunakan oleh Zionis untuk menghancurkan
negara-negara yang berdaulat agar tidak menjadi lebih baik. Millioner
Yahudi di AS, Mayer
Amschel Rothschilds,
pernah menyatakan,
"Berikan saya kesempatan mencetak dan mengendalikan keuangan
suatu bangsa dan dengan itu saya tidak peduli siapa yang membuat
hukum di negeri itu".
MEDIA
Menarik
apa yang ditulis oleh Dr. Raghib As-Sirjani tentang peran pers Yahudi
dalam kepemimpinan AS, bahwa sejak awal orang-orang Yahudi yang
bermigrasi ke AS telah menyadari akan besarnya peran pers dan
jurnalistik. Saat mereka tiba di AS pada migrasi ke tiga tahun 1880,
mereka memilih untuk tidak terlalu mengambil posisi dalam persoalan
perdagangan, mereka
lebih mengedepankan pers yang kelak akan menjadi corong suara mereka
kepada dunia. Setidaknya ada tiga surat kabar kelas dunia yang
menentukan arah pemberitaan dan pengambilan keputusan oleh
tokoh-tokoh dunia saat ini, koran yang lain sekedar menyalin dan
meneruskannya ke seluruh dunia. Ketiga harian milik pemodal Yahudi
itu adalah The New
York Times, The
Wall Street Journal
dan The Washington
Post. Demikian pula
siaran berita CNN, NBC, CRS, RCA, ABC Television, dan banyak saluran
TV lainnya. Tidak ketinggalan kantor berita terbesar dunia, Reuters.
Zionisme
Yahudi telah dengan kuat menancapkan kukunya di AS sehingga sulit
bagi pemerintah yang ada di sana untuk keluar dari cengkraman ini.
Obama dan hampir semua presiden AS naik atas dukungan Zionis. Obama
mendapat dukungan dari media cetak dan elektronik yang dikuasai oleh
yahudi, badan ekonomi AS dan dunia seperti Multinational
Coorporation (MNC)
atau Transnational
Coorporation (TNC).
Ia juga mendapat dukungan dari kampus dan mahasiswa, seperti The
Jewish Council for Public Affairs dan
dari tokoh-tokoh Yahudi seperti Bill
Clinton, John Kerry, Colin Polwell
dan Scott McClellan.
Maka tak ada kata bagi Obama selain ikut tunduk pada peraturan
Yahudi.
John
F. Kennedy adalah
satu dari sedikit yang berani bersuara lantang bersilang kata dengan
kekuatan Yahudi yang ada. Dia adalah presiden Katolik pertama AS
(naik tahun 1963) dan sempat bentrok kepentingan dengan Perdana
Menteri Israel ketika itu, David
Ben-Gurion. Kennedy
memperlihatkan sikap yang oleh Israel dianggap tidak menyutujui
program nuklir karena menanyakan soal reaktor Dimona
milik Israel. Israel memutuskan untuk menghilangkan rintangan
tersebut dan Mossad
diduga terlibat dalam rencana pembunuhan terhadap presiden yang akrab
disapa Jack tersebut. Inilah salah satu bukti bahwa presiden dan
pejabat AS harus tunduk pada kepentingan Yahudi. Bukan hanya
elite-elite politik dan pemerintahan yang harus ikut melancarkan
namun juga para seniman, pebisnis dan pers.
[Tulisan
ini dikutip dari tulisan Umarul
Faruq Abubakar
untuk Eramuslim.com,
dengan
berbagai perubahan/ penyesuain oleh penulis;
sumber:
Eramuslim.com,
Zionisme:
Gerakan Menaklukkan Dunia,
Islammemo.cc, An-Naba]